kaca mata
Tampilkan postingan dengan label OJK. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label OJK. Tampilkan semua postingan

Selasa, November 17, 2015

OJK Luncurkan Pedoman Tata Kelola Emiten

- 0 komentar
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meluncurkan pedoman tata kelola perusahaan terbuka (Tbk.) di Jakarta, 17 November 2015. Pedoman ini sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) dan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SEOJK) terkait tata kelola perusahaan terbuka.

Peluncuran pedoman tata kelola perusahaan emiten ini merupakan salah satu upaya OJK dalam mendorong industri jasa keuangan, khususnya pasar modal untuk lebih teratur, adil, akuntabel, transparan, dan mampu melindungi kepentingan konsumen serta tumbuh dengan stabil. Struktur dari pedoman ini terdiri dari lima aspek, yang meliputi hubungan perusahaan terbuka dan pemegang saham dalam memenuhi hak-hak pemegang saham, fungsi dan peranan komisaris, fungsi dan peranan direksi, partisipasi pemangku kepentingan, serta keterbukaan informasi.

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Nurhaida menyatakan bahwa sudah saatnya perusahaan publik di Asia memiliki tata kelola yang baik. Indonesia sendiri, lanjut Nurhaida, dalam Asian TOP 50 Emiten, baru dua perusahaan yang masuk. “Kita mengharapkan untuk ke depan harus bisa lebih dari 10 perusahaan. Saya berharap seluruh perusahaan emiten di Indonesia dapat mempedomani tata kelola ini,” katanya. 

Sumber: Mediasuransi
[Continue reading...]

Rabu, April 15, 2015

Prospek Bagus Masih Perlu Perbaikan

- 0 komentar
Kebijakan atau regulasi yang akan dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengenai Optimalisasi Kapasitas Dalam Negeri banyak ditanggapi positif oleh perusahaan pialang perasuransian, khususnya pialang reasuransi. Tapi ada beberapa hal yang diungkapkan oleh para pialang reasuransi yang masih harus diselesaikan.

Apa bedanya pialang asuransi atau reasuransi dengan agen asuransi? Agen asuransi jelas mewakili perusahaan-perusahaan asuransi jiwa maupun asuransi umum, yang menjual produk-produknya kepada nasabah atau tertanggung (insured). Sedangkan pialang (broker) asuransi dan reasuransi mewakili nasabah atau tertanggung dalam berhubungan dengan perusahaan asuransi, baik itu asuransi jiwa maupun asuransi umum.

Menurut pendiri perusahaan pialang asuransi yang berpusat di Jakarta PT Mitra, Iswara & Rorimpandey, Fred Iswara, broker asuransi itu seperti pengacara bagi nasabah atau tertanggung dalam berhubungan dengan perusahaan asuransi. “Kita membawa bisnis ke perusahaan asuransi dan mendapat brokerage atau komisi dari perusahaan asuransi. Bukan dari nasabah atau tertanggung. Tertanggung tidak membayar sama sekali ke pialang asuransi,” katanya kepada para management trainee di perusahaannya pada suatu ketika.

Fred Iswara menyelesaikan kuliah di Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat, kemudian melanjutkan ke State University of New York, di Buffalo, New York, Amerika Serikat. Sebelum terjun ke bisnis asuransi, dia menjadi dosen di Universitas Padjajaran dan menjadi asisten Profesor Mochtar Kusumaatmadja.

Perbedaan antara agen asuransi dan pialang asuransi juga dikemukakan oleh Direktur Teknik PT Paragon Reinsurance Brokers Sri Hadiah Watie. Dia mengungkapkan siapa pialang reasuransi dan siapa agen asuransi, dengan mengutip Undang-Undang No. 40 tahun 2014 tentang Perasuransian yaitu: “Pialang reasuransi adalah orang yang bekerja pada perusahaan pialang reasuransi dan memenuhi persyaratan untuk memberi rekomendasi atau mewakili perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan penjaminan, perusahaan penjaminan syariah, perusahaan reasuransi atau perusahaan reasuransi syariah dalam melakukan penutupan dan atau penyelesaian klaim”.

Sedangkan agen asuransi, menurut Sri Hadiah Watie, juga mengutip undang-undang yang sama, “Agen asuransi adalah orang yang bekerja sendiri atau bekerja pada badan usaha yang bertindak untuk dan atas nama perusahaan asuransi atau perusahaan asuransi syariah dan memenuhi persyaratan untuk mewakili perusahaan asuransi atau perusahaan asuransi syariah dalam memasarkan produk asuransi atau produk asuransi syariah”.

Apa yang dikemukakan oleh Sri Hadiah Watie, yang alumnus Fakultas Hukum Universitas Krisna Dwipayana, Jakarta, mengenai batasan seorang pialang reasuransi dan agen asuransi tersebut diuraikan dalam tulisannya yang berjudul “Saluran Distribusi Pada Bisnis Perasuransian” dalam buku Mozaik Asuransi Indonesia (2014) yang diterbitkan oleh Komunitas Penulis Asuransi Indonesia (Kupasi).

Terlepas dari perbedaan yang ada antara agen asuransi dan pialang asuransi atau reasuransi, menurut beberapa pelaku bisnis perasuransian bahwa pialang reasuransi bakal memperoleh bisnis yang lebih besar pada tahun 2015 ini. Karena adanya regulasi mengenai optimalisasi kapasitas dalam negeri, yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Suatu kebijakan yang mengerem keluarnya premi asuransi dari pasar Indonesia ke pasar internasional, sehingga diharapkan defisit tidak terlalu besar dan hanya terjadi ke luar kalau benar-benar memang diperlukan.

Menurut Deputi Direktur PT Andalan Resiko Lestari Reinsurance Brokers M. Dede Kurniadi, regulasi yang digulirkan oleh OJK memang membawa harapan akan meningkatnya bisnis pialang reasuransi. “Tapi, untuk risiko-risiko yang besar, mau tidak mau harus ke luar negeri. Karena, bagaimana pun kalau kapasitas di dalam negeri memang sudah tidak mencukupi, maka ya harus ke luar negeri,” katanya kepada Media Asuransi di sela-sela in-house training bertema “Professional Liability Insurance” yang dibawakan oleh Head of Underwriting & Products PT QBE Pool Indonesia Bayu Samudro di Jakarta baru-baru ini.

Dede Kurniadi memberikan contoh asuransi satelit yang nilainya jutaan sampai miliaran dolar Amerika Serikat. “Sehingga perlu dukungan dari pasar internasional mengingat risikonya memang besar,” kata eksekutif pialang reasuransi, yang juga Ketua Departemen Anggota, Asosiasi Ahli Pialang Asuransi dan Reasuransi Indonesia (Apari).

Memang tidak mungkin untuk menahan premi asuransi seluruhnya di pasar Indonesia, meskipun ada regulasi dari OJK yang mengharuskan mengoptimalkan dulu kapasitas dalam negeri sebelum dilakukan retrosesi ke pasar luar negeri. Bagaimana pun, kegiatan suatu bisnis asuransi di seluruh dunia mesti mendapatkan dukungan dari reasuransi di pasar internasional, tentunya setelah kapasitas dalam negeri digunakan seoptimal mungkin. Dalam regulasi tersebut ada beberapa lini bisnis yang diharuskan direasuransikan 100 persen di dalam negeri, karena risiko-risiko ini relatif kecil dan bisa ditangani oleh perusahaan-perusahaan asuransi dan reasuransi dalam negeri. Yaitu asuransi kendaraan bermotor, asuransi jiwa, asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan diri, surety bond, asuransi kredit, dan asuransi kargo.

Menurut Ketua Umum Asosiasi Pialang Asuransi dan Reasuransi Indonesia (Apparindo) Nanan Ginanjar, dilihat dari sisi premi reasuransi, sudah pasti akan ada pengurangan larinya premi ke luar negeri. Hal ini dapat dihitung dari peningkatan priority limit cession di dalam negeri, sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam RPOJK. “Sebelum ketentuan ini diterapkan, priority limit cession di dalam negeri sangatlah kecil (untuk properti hanya Rp11 miliar – lihat Per-11/BL/2012) dan hanya berlaku untuk treaty saja. Dalam ketentuan yang baru, di samping priority limit cession dalam negeri meningkat tajam (lebih dari 10 kali lipat), pengaturan berlaku baik untuk treaty maupun facultative. Hal ini sudah pasti akan mengurangi larinya premi reasuransi ke luar negeri,” katanya kepada Media Asuransi baru-baru ini.

Nanan Ginanjar menambahkan bahwa pesan optimalisasi ini tentunya tersirat bahwa untuk jenis-jenis bisnis mikro dan ritel jelas wajib di dalam negeri dan hanya lini bisnis yang berpotensi memilki kelebihan kapasitas dalam negeri saja yang boleh ditempatkan ke luar negeri. Dia mengingatkan bahwa adalah “pekerjaan rumah” bagi pialang reasuransi lokal untuk menarik minat perusahaan asuransi (ceding company) lokal agar tetap menggunakan jasa perusahaan pialang reasuransi lokal walaupun penempatan secara langsung sangat bisa mereka lakukan. “Point-nya adalah, bagaimana caranya memberikan pemahaman kepada para ceding company tentang manfaat dan kelebihan jika menggunakan jasa pialang reasuransi,” katanya.

Sementara itu, Sri Hadiah Watie mengungkapkan bahwa kalangan pialang reasuransi (broker re) sangat mendukung kebijakan OJK mengenai optimalisasi kapasitas asuransi dalam negeri. Baginya, justru pertanyaan yang perlu diajukan adalah bagaimana kesiapan reasuradur dan ceding company (perusahaan asuransi) dalam menghadapi kebijakan optimalisasi kapasitas asuransi di dalam negeri? “Juga yang harus diperhatikan adalah bagaimana pengaruh Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 terhadap pasar asuransi Indonesia?” katanya kepada Media Asuransi.

Bagi Sri Hadiah Watie, persoalan tarif yang diatur untuk dua lini bisnis, yaitu asuransi kendaraan bermotor dan properti atau asuransi kebakaran, perlu dipertimbangkan lagi. “Karena di lapangan, tertanggung atau nasabah punya sikap yang berbeda-beda menanggapi tarif untuk dua lini bisnis tersebut,” katanya. Misalnya ada tertanggung yang menurunkan nilai pertanggungannya (sum insured) karena suku premi (premium rate) yang lebih tinggi. Ada tertanggung yang mempersempit coverage-nya atau luas perlindungan risikonya. Bahkan, ada yang menolak sama sekali untuk berasuransi lagi karena suku premi yang lebih tinggi tersebut.

Jadi, masih kata Sri Hadiah Watie, kalau memang reasuradur dan ceding company siap, maka “kesiapan itu terutama pada pelayanan klaim dan akseptasi”.

Pandangan pialang reasuransi mengenai optimalisasi kapasitas asuransi di dalam negeri bisa saja berbeda dengan pelaku di sisi asuradur. Seperti dikemukakan oleh Presiden Direktur PT Tugu Reasuransi Indonesia (TuguRe) Moro W. Budhi bahwa kalau memang ada risiko-risiko yang 100 persen harus ditempatkan di dalam negeri itu benar-benar dilakukan seperti itu. “Jangan sampai katanya 100 persen di dalam negeri, tapi ternyata ada yang diam-diam ke pasar di luar negeri. Jadi butuh pengawasan yang lebih ketat,” katanya kepada Media Asuransi baru-baru ini.

Regulasi optimalisasi pasar dalam negeri yang dikeluarkan OJK, tampaknya mengundang optimisme bagi pelaku bisnis pialang reasuransi. Meskipun, memang masih ada hal-hal yang perlu diperbaiki seiring dengan membesarnya bisnis di dalam negeri. Mucharor Djalil

[Continue reading...]

Kamis, September 12, 2013

OJK Siapkan Lembaga Rating Asuransi

- 0 komentar
Jakarta, GATRAnews - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan membuat persaingan sehat dalam industri asuransi. Untuk itu, OJK akan membuat lembaga rating independen khusus, dalam waktu dekat ini.
Deputi Komisioner Industri Keuangan Non Bank (IKNB) II Dumoli F Pardede, mengatakan, dengan dibuatnya lembaga rating tersebut, perang tarif perusahaan asuransi ke depan dapat ditekan dengan lebih kompetitif. “Kami akan minta kepada pimpinan OJK untuk menyiapkan lembaga rating independen khusus di sektor asuransi,” katanya, di Jakarta, Rabu (11/9).

Dumoli menuturkan, lembaga rating independen khusus yang akan dibuat ini fokusnya pada penilaian perusahaan yang bergerak di sektor jasa asuransi. Diharapkan pembentukan lembaga ini nantinya tidak akan tumpang tindih dengan lembaga PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo).

“Kalau Pefindo itu menangani rating surat perusahaan, kalau lembaga rating asuransi ini akan fokus terkait premi asuransinya. Tujuan pembuatan lembaga rating asuransi agar perusahaan asuransi bersaing sehat, sehingga pelayanan yang diberikan mereka tetap baik,” jelasnya.

Selain itu, lanjut dia, dengan dibuatnya lembaga rating oleh OJK, maka potensi kerugian yang ditanggung masyarakat akibat masih minimnya pelayanan dengan tarif yang ditawarkan tidak realistis bisa ditekan.

Ia menilai, perang tarif yang tidak sehat selama ini sangat lemahnya likuiditas klaim asuransi, sehingga nantinya bisa dikendalikan dengan baik. “Jadi harus ada referensi penetapan premi, sehingga pelayanan premi yang diberikan kepada masyarakat bisa lebih berkualitas dan baik,” tukasnya. (*/DKu)

Sumber: Gatra
[Continue reading...]

Rabu, September 11, 2013

OJK: Asuransi Syariah Punya Potensi Besar

- 0 komentar
Jakarta - Direktorat Industri Keuangan non Bank (IKNB), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Moch Muchlasin mengatakan, asuransi syariah masih memiliki potensi yang cukup besar, walaupun terbilang asetnya terbilang kecil, Dia bilang, asuransi syariah perkembangannya masih lebih tinggi dibanding asuransi konvensional. “Cuma ya jumlah aset yang masih kecil, seperti yang saya bilang tadi dibanding dengan asset nonsyariah,” ujar Muchlasin di Depok, Selasa (10/9).

Dia juga menjelaskan, asuransi syariah memang harus dicarikan cara atau terobosan yang baik jika ingin mengembangkan. “Ada beberapa orang yang berpendapat asuransi ini masih belum pas, kita harus cari cara merubah ini, selain itu Sumber daya manusia (SDM) sangat wajib untuk ditingkatkan  kemampuannya,” imbuhnya.

Muchlasin memaparkan, untuk mengatasi ini OJK telah membuat roadmap untuk bekerjasama dengan industri asuransi syariah, untuk membahas apa saja yang akan dikembangkan. “Kita sudah memulai pertemuan rutin untuk membicarakan solusi.,” ujar dia.

Lebih jauh dirinya menuturkan, dalam industri asuransi, pemain di segmen syariah masih jarang. Dia juga bilang produk yang disediakan masih sedikit. “Produknya masih ada yang sama dengan konvensional,” tambah dia.

Muchlasin juga menegaskan, bahwa spin off untuk asuransi syariah itu harus segera dijalankan karena jika asuransi syariah masih berada di unit usaha syariah (UUS) maka akan terjadi dualisme. “Mungkin konsep tersebut akan memecahkan masalah dari sisi sumber daya manusia, namun untuk sosialisasi ke masyarakat belum bisa,” kata dia.

Terkait spin off, Dewan Komisioner OJK, Firdaus Jaelani mengatakan OJK akan mewajibkan seluruh perusahaan untuk mendirikan sendiri asuransi syariah. Firdaus mengatakan, peraturannya nanti tidak akan terlalu ketat.

Menurut dia, waktu 3 tahun sejak diberlakukannya peraturan, namun dirasa tidak cukup maka akan dihitung dan kemungkinan tidak dipaksakan hingga UUS dalam perusahaan tersebut sudah memiliki aset 50% dari asuransi konvensional.    

Firdaus mengatakan, jika UUS dalam perusahaan asuransi masih kecil, maka tidak menjadi masalah, dan perusahaan tidak diwajibkan spin off karena masih menuntaskan target penjualan produk. Ketua, Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI), M Shaifie Zein, menilai hal ini merupakan solusi yang bagus untuk asuransi syariah di masa mendatang. Namun menurut dia memisahkan perusahaan bukanlah pekerjaan mudah. [sylke]

Sumber: Neraca
[Continue reading...]

Jumat, September 06, 2013

Otoritas Jasa Keuangan

- 0 komentar
Sebenarnya, apa sih pengertian atau arti dari Otoritas Jasa Keuangan atau OJK itu. Sumber yang paling enak adalah dari wikipedia. berikut ini penjelasannya.

Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga negara yang dibentuk berdasarkan UU nomor 21 tahun 2011 (klik untuk download undang-undang) yang berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan. OJK didirikan untuk menggantikan peran Bapepam-LK.


Tujuan 


  • OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan:
  • terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel;
  • mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil; dan
  • mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.



Tugas dan Wewenang 



OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap:


  • kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan;
  • kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal; dan
  • kegiatan jasa keuangan di sektor perasu, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya.
  • Untuk melaksanakan tugas pengaturan, OJK mempunyai wewenang:
  • menetapkan peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini;
  • menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
  • menetapkan peraturan dan keputusan OJK;
  • menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan;
  • menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK;
  • menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu;
  • menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada Lembaga Jasa Keuangan;
  • menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban; dan
  • menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.


Untuk melaksanakan tugas pengawasan, OJK mempunyai wewenang:


  • menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan;
  • mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif;
  • melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan Konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
  • memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau pihak tertentu;
  • melakukan penunjukan pengelola statuter;
  • menetapkan penggunaan pengelola statuter;
  • menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; dan
  • memberikan dan/atau mencabut:
  • izin usaha;
  • izin orang perseorangan;
  • efektifnya pernyataan pendaftaran;
  • surat tanda terdaftar;
  • persetujuan melakukan kegiatan usaha;
  • pengesahan;
  • persetujuan atau penetapan pembubaran; dan
  • penetapan lain, sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.



Dewan Komisioner 


Dewan Komisioner adalah pimpinan tertinggi OJK yang bersifat kolektif dan kolegial. Dewan Komisioner beranggotakan 9 (sembilan) orang anggota yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Susunan Dewan Komisioner terdiri atas:

  • seorang Ketua merangkap anggota;
  • seorang Wakil Ketua sebagai Ketua Komite Etik merangkap anggota;
  • seorang Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan merangkap anggota;
  • seorang Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal merangkap anggota;
  • seorang Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya merangkap anggota;
  • seorang Ketua Dewan Audit merangkap anggota;
  • seorang anggota yang membidangi edukasi dan perlindungan Konsumen;
  • seorang anggota Ex-officio dari Bank Indonesia yang merupakan anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia; dan
  • seorang anggota Ex-officio dari Kementerian Keuangan yang merupakan pejabat setingkat eselon I Kementerian Keuangan.


[Continue reading...]
 
Copyright © . Portal Berita Asuransi - Posts · Comments
Theme Template by BTDesigner · Powered by Blogger