REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Prediksi tumbuh pesatnya industri asuransi syariah di tingkat global dinilai juga akan diikuti oleh perkembangan asuransi syariah tanah air. Upaya pemerintah mengembangkan perbankan syariah diyakini berdampak positif pada asuransi syariah.
“Saya optimis kalau industri asuransi syariah global meningkat di beberapa tahun mendatang, maka di Indonesia pun juga akan berkembang,” ujar Sekretaris Jenderal Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), Muhammad Syakir Sula, saat dihubungi ROL, Senin (7/10).
Namun Syakir mengherankan mengapa industri asuransi syariah Indonesia masih tergolong kecil padahal negara ini memiliki jumlah penduduk Muslim terbanyak di dunia. “Ini menjadi perhatian Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk membesarkan industri keuangan non bank, terutama asuransi,” ucapnya.
Syakir menyebut di luar negeri seperti Eropa dan Amerika, industri asuransi sangat maju. Bahkan tidak jarang perusahaan asuransi di sana memiliki industri pesawat, kilang minyak bahkan mempunyai bank. Syakir berujar industri asuransi erat kaitannya dengan kemakmuran rakyat. Semakin makmur masyarakat, industri asuransinya semakin maju. “Kita di Indonesia masih banyak penduduk kelas menengah ke bawah sehingga industri ausransi tidak sebesar perbankan,” kata dia.
Keberpihakan pemerintah sangat diperlukan untuk mengambangkan industri asuransi syariah. Syakir mengapresiasi upaya pemerintah yang terus mencari formula mengembangkan industri keuangan syariah Indonesia. Saat ini Kementerian BUMN tak henti mencari inovasi membesarkan perbankan syariah. Bank Indonesia (BI) juga berjuang keras mengembangkan industri keuangan syariah. Segala macam kebijakan pun sudah dikeluarkan BI untuk mencapai tujuan tersebut. Saat ini giliran OJK sedang mencari formula mengembangkan lembaga keuangan syariah non bank.
Tantangan terbesar yang dihadapi industri asuransi syariah tanah air adalah Sumber Daya Manusia (SDM). Pasalnya saat ini sekolah ekonomi syariah lebih memusatkan pada pendekatan fiqih, padahal menurut Syakir pendekatan ekonomi juga sangat dibutuhkan. Selain itu, jumlah pakar atau doktor-doktor syariah di Indonesia masih sedikit. “Produksi doktor ekonomi syariah justru banyak dari Inggris, Malaysia dan Pakistan. Di Indonesia malah sedikit,” kata dia.
Reporter : Qommarria Rostanti
Redaktur : Nidia Zuraya
Sumber: Republika Online
0 komentar:
Posting Komentar